Peran Guru
Dalam Era Globalisasi Abad 21 Menyongsong Generasi Emas 2045
A.Pendahuluan
Peranan guru dalam bidang pendidikan dalam era globalisasi sekarang ini
semakin menuntut peningkatan profesionalisme. Sosok guru sebagai sosok sentral
dalam proses belajar mengajar peranannya tak tergantikan dengan komponen
lainnya. Hal ini ditegaskan oleh SB Jamarah (2005:31) sebagai berikut :
Guru adalah manusia sumber yang menempati
posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Peranan guru sebagai
korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator,
fasilitator, pembimbing/pengganti orang tua, demonstrator, pengelola kelas,
mediator, supervisor, dan evaluator jelas sangat menentukan peningkatan
pembelajaran di sekolah.
Peranan sebagai inspirator, guru membangkitkan inspirasi anak
didik untuk menjadi pribadi yang mandiri, menyadari bahwa proses pembelajaran
berlangsung seumur hidup dan berakhlak mulia. Peranan sebagai informator, guru
mampu mentranfer ilmu pengetahuan bukan hanya bidang pengetahuan saja akan
tetapi juga ketrampilannya sehingga anak bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan
tentang tata surya dan matahari sebagai pusat edar tapi juga terampil
memanfaatkan sumber energi matahari. Sebagai organisator guru melatih anak
didiknya untuk berorganisasi, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Guru
sebagai pengganti orang tua sekaligus pembimbing tumbuhnya budi pekerti, sopan
santun, penuh etika. Ki Hajar Dewantoro (dalam BNSP, 2010 : 5) mendefinisikan
pendidikan selaras dengan tugas guru sebagai orang tua, demontrator dan
korektor sebagai berikut : “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin karakter), pikiran (intelek), dan
tubuh anak. Ketiga-tiganya tidak boleh dipisah-pisahkan, agar supaya kita dapat
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak selaras
dengan dunianya”. Peranan ini dipertegas dengan diberlakukannya kurikulum 2013
yang menekankan pada karakter (sikap spritual dan sosial), pengetahuan dan
ketrampilan.
Masih
menurut Ki Hajar Dewantoro, peran guru tersebut diatas dirumuskan dalam sebuah
kata mutiara yang sangat terkenal yaitu, “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo
bangun karso, Tut wuri handayani”. Guru di depan harus bisa memberi teladan
(digugu lan ditiru), di tengah bisa membangkitkan semangat (motivator) dan di
belakang sebagai pendorong agar anak didik bisa maju (fungsi evaluator dan
supervisor). Jadi peran guru sangat
strategis dalam menghadapi era globalisasi ini.
Pada
kenyataannya masih banyak guru yang tidak menyadari peranannya yang sangat
vital tersebut. Di lapangan masih banyak ditemui guru yang mengajar
asal-asalan, tingkat kreativitasnya rendah, jarang membaca apalagi menulis,
lebih parah lagi cara mengajarnya tidak pernah berubah sejak pertama mengajar
sampai sekarang. Seperti iklan minuman,”apapun makanannya teh botol minumannya”
maksudnya kurikulum boleh berubah seribu kali ngajarnya tetap seperti itu.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dikaji bagaimana peran guru yang
sebenarnya dalam menghadapi tantangan era globalisasi abad 21 ?
B.Pembahasan
Untuk memahami lebih jauh peran guru dalam menghadapi era globalisasi
perlu kita ketahui tantangan apa saja yang harus dihadapi oleh seorang guru.
Karakteristik tantangan disarikan dalam BNSP (2010 : 21) sebagai berikut :
1.
Perhatian yang
semakin besar terhadap masalah lingkungan hidup berikut implikasinya, terutama
terhadap pemanasan global energi, pangan, kesehatan, lingkungan binaan,
mitigasi.
2.
Dunia kehidupan
akan semakin dihubungkan oleh teknologi informasi, berikut implikasinya,
terutama terhadap ketahanan dan sistem pertahanan, pendidikan, industri dan
komunikasi.
3.
Ilmu pengetahuan
akan semakin corveging, berikut implikasinya, terutama terhadap penelitian,
filsafat ilmu, paradigma pendidikan, kurikulum.
4.
Kebangkitan pusat ekonomi di belahan Asia
Timur dan Tenggara, berikut implikasinya terrhadap politik dan strategi
ekonomi, industri pertahanan.
5.
Perubahan dari
ekonomi berbasis sumber daya alam serta manusia kearah ekonomi berbasis
pengetahuan, berikut implikasinya terhadap kualitas sumber daya insani,
pendidikan, lapangan kerja.
6.
Perhatian yang
semakin besar pada industri kreatif dan industri budaya, berikut implikasinya,
terutama terhadap kekayaan dan keaneka
ragam budaya, pendidikan kreatif, enterprenursip, technoprenursip, rumah
produksi.
7.
Budaya akan
saling imbas mengimbas dengan teknosains berikut implikasinya, terutama
terhadap karakter, kepribadian, etiket, etika, hukum, kriminologi dan media.
8.
Perubahan
paradigma universitas, dari menara gading ke mesin penggerak ekonomi. Terdapat
kecenderungan semakin meningkatnya investasi yang ditanamkan dari sektor publik
ke perguruan tinggi untuk riset ilmu dasar dan terapan serta inovasi
teknologi/desain yang memberikan dampak pada pengembangan industri dan
pembangunan ekonomi dalam arti luas.
Tantangan diatas adalah suatu yang harus diterjemahkan
oleh guru dalam mendidik anak muridnya, tentu guru harus merubah “pola
berpikir” secara radikal kalau tidak ingin hanya jadi penonton dan
terpinggirkan. Demikian beratnya tantangan itu memacu dan memicu guru untuk
membenahi diri menghadapinya. Dalam istilah populernya adalah menjadi guru
profesional, kreatif, produktif dan
mencintai tugasnya.
Guru
menurut SB Djamarah (2005 : 32) adalah orang yang berwenang dan bertanggung
jawab dan membina anak didik baik secara individual maupun klasikal, di sekolah
maupun di luar sekolah. Selaras dengan pendapat itu, M Uzer Usman (2002 : 6)
guru mempunyai tugas dan kewenangan dalam proses belajar mengajar di kelas
maupun di luar kelas. Sardiman (1992 : 123) mengemukakan bahwa guru bukan hanya
semata-mata sebagai “pengajar” yang tranfer knowledge, tetapi juga sebagai
“pendidik” yang tranfer values dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan
pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa guru adalah seorang pengajar, pendidik, pembimbing yang
mempunyai tugas dan kewenangan dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun
di luar sekolah.
Setakat
itu profesional dalam kamus bahasa Indonesia (WJS Purwadarminta) profesional
artinya kompetensi (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan
suatu hal. Mc Leod (dalam M.U Usman, 2002 : 14) mendefinisikan kompetensi
adalah merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Profesional
berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian, maksudnya orang yang
menjadikan keahliannya sebagai mata pencaharian hidupnya. Pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Jadi pekerjaan profesional menuntut persyaratan seperti yang
dikemukakan oleh Moh.Ali (dalam M.U Usman, 2002 : 15) sebagai berikut :
1. Menuntut adanya ketrampilan yang
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam
bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan
yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan
dengan dinamika kehidupan.
6. Memiliki kode etik, sebagai acuan
melaksanakan tugas dan fungsinya.
7. Memiliki klien obyek layanan yang
tetap seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya.
8. Diakui oleh masyarakat karena memang
diperlukan jasanya di masyarakat.
Sementara itu Wolmer dan Mills (dalam
Sardiman, 1992 : 131-132) mengemukakan ukuran-ukuran bahwa pekerjaan itu
dikatakan sebagai profesional, antara lain :
1. Memiliki spesialisasi dengan latar
belakang teori yang luas, yakni pengetahuan umum dan keahlian khusus yang
mendalam.
2. Merupakan karier yang dibina secara
organisatoris, adanya keterikatan dengan organisasi profesional, memiliki
otonomi jabatan, memiliki kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur
hidup.
3. Diakui oleh masyarakat sebagai
pekerjaan yang mempunyai status profesional, memperoleh dukungan masyarakat,
mendapat pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja yang
sehat dan memiliki jaminan hidup yang layak.
MU
Usman (2002 : 15) mendefinisikan guru profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Secara garis besar
Sardiman (1992 : 133-134) ada tiga tingkatan kualifikasi guru profesional
sebagai tenaga profesional pendidikan yaitu :
1. Guru diharapkan memiliki pengetahuan,
kecakapan dan ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga
mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.
2. Tenaga pendidikan yang memiliki
komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi sebagai penyebar ide
pembaharuan secara efektif.
3. Guru harus memiliki visi keguruan
yang mantap dan luas perspektifnya, dalam arti mampu dan mau melihat jauh ke
depan dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan
sebagai suatu sistem.
Dapat disimpulkan dari uraian di atas
guru profesional adalah tenaga pendidikan dengan keahlian khusus yang mendalam
di bidang keguruan yang mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif,
komitmen terhadap perubahan dan mau menjawab tantangan yang dihadapi dunia
pendidikan.
Guru
profesional inilah yang diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia
berkualitas. Berdasarkan “21” Century partnership learning framework (dalam
BNSP, 2010 : 44-45) beberapa kompetensi/keahlian yang harus dimiliki SDM abad
XXI, yaitu:
9.
Kemampuan
berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical-thinking and problem solving
skills) mampu berpikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam
konteks pemecahan masalah.
10.
Kemampuan
berkomunikasi dan bekerja sama (communication and collaboration skills) mampu
berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak.
11.
Kemampuan
mencipta dan membaharui (cretivity and innovation skills) mampu mengembangkan
kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang
inovatif.
12.
Literasi
teknologi informasi dan komunikasi (information and communications technology
literacy) mampu memanfaakan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari.
13.
Kemampuan belajar
kontekstual (contextual learning skills) mampu menjalani aktivitas pembelajaran
mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi.
14. Kemampuan informasi dan literasi media (information
and media literacy skills) mampu memahami dan menggunakan berbagai media
komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas
kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
Disinilah peran guru sebagai fasilitator karena siswa tidak lagi
hanya mendapatkan ilmu pengetahuan di dalam kelas saja tapi bisa dimana saja.
Siswa sekarang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi hampir di setiap
kesempatan. Pembelajaran bisa dilakukan melalui berbagai media , dunia seisinya
menjadi tempat manusia belajar. Siswa pada abad 21 ini menjadi manusia unik dan
memiliki talenta sendiri-sendiri. Oleh karena itu, guru dalam mentransfer
pengetahuan tidak lagi bersifat informatif akan tetapi melalui metode belajar
yang memperhatikan keberagaman, metode tersebut antara lain: Problem based learning, discovered based
learning dan project based learning dll.
Guru dalam
era globalisasi dituntut untuk mampu mengembangkan diri sebagai desain strategi
dalam mengatasi segala tantangan. Pengembangan diri pada sikap dan karakter
yang harus melekat pada dirinya yaitu :
1. Sebagai adaptor (menyesuaikan diri
dengan perkembangan) khususnya teknologi yang ada.
2. Mencintai pekerjaan yang ada.
3. Berpikir ke depan
4. Harus memahami/mengerti cara/gaya
mengajar yang berbeda
5. Mempunyai visi
6. Punya imajinasi di masa datang
7. Kolaborator (mampu bekerja sama dalam
berbagai bidang)
8. Berani mengambil resiko
9. Belajar seumur hidup
Kecerdasan emosi guru terus harus dikembangkan, ada pepatah
mengatakan kita tidak akan pernah mengalahkan musuh di medan perang dengan
kekuatan fisik, tetapi akan menang dengan kekuatan mental. Kompetensi guru
menjadi suatu keharusan, dan kemampuan ini hanya bisa dicapai melalui “belajar
mandiri” dengan semboyan “Long life education” atau seperti yang dikatakan Nabi
Muhammad, “Belajar mulai dari buaian hingga ke liang kubur”.
C.Kesimpulan
Peran guru di abad XXI akan bisa dilakukan kalau guru-guru memahami apa
saja tantangan yang harus dihadapi. Strategi mengatasi tantangan itu tidak lain
dari dalam diri pribadi guru itu sendiri yang punya keinginan berubah. Guru
yang tidak mau berubah ia akan digilas oleh perubahan itu sendiri. Ingat kata
Reinald Kasali, ”Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini kecuali perubahan
itu sendiri”. Artinya perubahan itu suatu kepastian, hukum alam yang tidak bisa
dihindari kecuali kita beradaptasi dengannya. Siapa saja yang menentang hukum
alam di dunia ini ia akan dikalahkannya.
Direkomendasikan
selain pedoman perubahan tersebut diatas guru-guru yang mendapatkan sertifikasi
untuk melanjutkan sekolah lagi agar mendapatkan pencerahan. Dengan lingkungan
belajar, kita akan kembali memulai membuka wawasan, banyak membaca dan menulis.
Secara otomatis kita dituntut menguasai teknologi karena akan mempresentasikan
tulisan yang kita buat, berpikir kritis, kerja kelompok dll. Bagi guru yang
mengabdi di pelosok-pelosok bekerjalah dengan apa yang ada, dengan apa saja
dimanapun anda berada. Kreativitas tidak pernah bisa dibunuh oleh cara apapun
ingat kisah seorang Ibnu Taimiyah,”kala aku diasingkan tanpa bekal apapun aku
bisa merenung/berpikir dan berkalwat kepada Tuhanku dengan khusyuk, saat aku
dipenjara aku bisa menulis buku berlembar-lembar tanpa ada yang mengganggu,
saat aku di tempat ramai banyak yang bisa kupelajari dari mereka”. Guru kreatif
lebih bisa berperan besar mencetak generasi emas 2045 dibanding guru pintar
tapi tidak kreatif.
Daftar Pustaka
AM, Sadirman. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar.
Jakarta : Rajawali Press.
BNSP Vol.1. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta
: Depdikbud
Djamarah, SB. 2005. Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan teoritis Psikologis. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Emzir. 2013. Metodologi
Penelitian Pendidikan : Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : PT
Grafindo Persada.
Richards,Jack dan
Thomas S.C Farerel. Profesional Development for Language Teacheres. New York :
Camridge University Press.
Usman, Muh.Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.
Tirtaraharja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar