Rabu, 03 Juni 2015



Apresiasi SastraTeks Lagu Daerah
                        Rejang Lebong       

          Nasib                      Nasib
Uku alew mai sadei Perbo                  saya pergi ke dusun perbo                  
temau punguk nak pengei dalen         ketemu burung pungguk di pinggir jalan
Lang ke malang nasib ku iyo              sungguh malang nasibku ini
awei punguk indeu ngen bulen           bagaikan pungguk merindukan bulan.

Uku teus mai sadei saweak                 saya terus ke dusun sawah
 temau saweak nak bioa musei            ketemu sawah di tepi sungai Musi
Men ku namen tun temegea                jika kutahu orang melarang
 nemak ku anduk gen mlap bioa matei            kuambil handuk untuk menghapus air mata

Uku teus mai tabarena’                       Saya terus menuju ke Tabarenah
singga’ uku nak sipang epat                singgah aku di simpang empat,
Men ku namen eko lak nikea’             jika kutahu engkau akan menikah
 kunyeu ba uku idup melarat               biarlah aku hidup menderita.

Uku belek mai bioa ambei                   Saya pulang ke Air Rambai
 mitas uku kak sadei cu’up                  melintas saya di dusun Curup
Men ku namen ko bi jijei                     jika kutahu engkau sudah jadi
 baik ba uku dawi ba idup                   lebih baik aku tak usah hidup

(Dikutip dari lagunya Romlah dan Ridwan CH Rejang Lebong).


Judul lagu “Nasib” yang dinyanyikan oleh penyanyi Ridwan CH dan Romlah tersebut di atas dapat diartikan suatu ketentuan yang harus diterima oleh seseorang baik atau pun  buruk. Nasib juga dapat dipahami sebagai suratan tangan yang harus dijalani, kalau tercatat akan selamat walau seribu orang bersekongkol mau mencelakakan, ia tetap akan selamat tidak kurang suatu apa sebaliknya kalau tercatat akan celaka walau seribu orang bersama-sama ingin menyelamatkannya maka ia akan tetap celaka. Dalam perspektif agama Islam nasib itu sama dengan takdir, yaitu ada (1) takdir musayyar sesuatu yang telah ditentukan dan dibentuk oleh Maha Pencipta. Misalnya, manusia tidak tahu bagaimana alat pencernaannya bekerja, pernapasannya berfungsi, dapat merasakan semua itu tanpa ikhtiar juga kehadirannya di dunia ini atau kematiannya. Semua sifat manusia yang sama dengan sifat benda, tanam-tanaman dan hewan adalah musayyar. (2) takdir mukhayyar yaitu takdir yang manusia diberi kebebasan memilih/menentukan, menerima atau menolaknya, seperti mau sholat atau tidak, mau bekerja atau jadi pengangguran, termasuk jodoh.
Sekarang mari kita pahami nasib yang dimaksud dari judul lagu di atas, pada bait pertama nasib si fulan dijelaskan bahwa nasibnya malang. Kemalangan si fulan digambarkan seperti burung pungguk merindukan bulan, artinya malang dalam bercinta yaitu mengharapkan sesuatu yang tak mungkin didapatkannya atau bisa juga cinta bertepuk sebelah tangan. Mana yang lebih tepat, cinta ditolak atau bertepuk sebelah tangan ? jawabannya terdapat pada bait kedua, disana disebutkan “men kunamen tun temegea” (kalau kutahu orang mencegah/melarang) jelas maksudnya cinta ditolak bukan karena cinta bertepuk sebelah tangan. Cintanya ditolak karena ada orang melarang/mencegah bukan karena penolakan dari gadis idamannya. Siapa yang melarang ? bisa orang tua laki-laki atau perempuan, bisa keluarga adik beradik, bisa juga keluarga dekat seperti pak de/bude, paman/bibi, kakek/nenek dst. Orang mencegah/melarang bisa ada beberapa faktor umum keseharian yang terjadi di masyarakat, yaitu :
1.      Pihak laki-laki orang tidak mampu sementara pihak perempuan keluarga berada.
2.      Pihak laki-laki rakyat biasa (petani) sedang pihak perempuan keturunan bangsawan (pejabat).
3.      Pihak laki-laki wajahnya tidak tampan sedang perempuannya cantik.
4.      Atau ada faktor perselisihan yang belum selesai antara kedua orang tua dsb.
Dalam konteks lebih luas “tun temegea” bisa berarti keduluan orang lain, ditunggu-tunggu tidak segera melamar maka begitu ada yang melamar segera diterima. Artinya gadis idaman dilamar orang lain, dan gadis idaman sudah menjadi gadis “bertanda”. Gadis bertanda dalam kebudayaan Rejang tidak boleh diganggu siapapun, kalau ada yang coba-coba maka nyawa taruhannya. Contoh kasus yang dapat dijadikan pelajaran yaitu dongeng “Sinatung Natak”, ia dibunuh karena mengganggu gadis bertanda. Dalam perpektif Islam memang pantang menawar barang yang sedang ditawar orang lain, begitu juga dilarang melamar wanita yang sudah dilamar orang lain, apalagi sampai membawanya lari.
Nasib malang semakin dirasakan sangat malang tatkala mendengar gadis pujaannya mau menikah. Baru tahap lamaran saja, mendengarnya sudah menyesakkan dada apalagi sebentar lagi mau melaksanakan “bimbang kejai” maka si fulan mengungkapkan persaannya pada bait ketiga sebagai berikut : “men kunamen ko lak nikea’, kunyau ba uku idup melarat” kalau kutahu engkau segera menikah maka biarlah aku hidup sengsara, dalam konteks keseharian orang Rejang “hidup sengsara” maksudnya seperti pepatah bagai kerakap hidup di batu hidup segan mati tak mau. Antara hidup dan mati, bekerja malas, makan minum apalagi semua terasa hambar, dunia serasa gelap gulita, mata enggan terpejam hanya angan-angan mengukir wajahmu dalam batok kepala, itu yang membawanya menginjak daratan. Puisi berikut ini menggambarkan kondisi si fulan yang sedang gundah gulana.
Rindu
Kala malam pekat menyelimuti rasa
Hening, kabut menutup semua pintu
Angin menggigil membawa wajahmu pergi
Kudatangkan gambarmu seutuhnya, tapi tak bisa
Waktu tlah merebut kita
Disini kusenandungkan rindu
Menjemput bayang-bayangmu di langit kamar
Oh..rindu.......................................................................!!!
Rinduku menggambar senyum manismu  semakin nyata
Memeluk tidur malamku semakin panjang
 Mata enggan terpejam
Kubuka pintu, tak ada kamu
Air mata menetes .....setetes rindu.

            Kemalangan si fulan ditegaskan pada bait terakhir yang mengatakan, “men kunamen ko bi jijei” (kalau kutahu kau sudah jadi) maksudnya pernikahan betul-betul sudah terlaksana, sehingga tak ada harapan lagi. Gadis pujaan sekarang sudah sah menjadi milik orang lain tak bisa diganggu gugat lagi kecuali nasib buruk menimpa seperti bercerai, meninggal sehingga ia masih punya kesempatan menikahi gadis pujaannya walau statusnya janda. Kutunggu jandamu hanya itu harapan kecilnya.
 Jadi nasib malang memang sudah menjadi bagianku (si fulan), takdir sudah menentukan bahwa  saling cinta belum tentu menuju jenjang pernikahan. Cinta boleh dipunyai oleh si fulan tapi raga gadis pujaan sekarang sah milik orang lain. Ibarat pepatah penghibur hati “cinta tidak harus memiliki”, akan tetapi hati si fulan tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Hal ini terlihat pada kalimat terakhir sebagai berikut : “baik ba uku dawi ba idup” (lebih baik aku tidak usah hidup), maksudnya jelas daripada hidup makan hati berulam jantung lebih baik mati berputih tulang atau dalam bahasa tragisnya “bunuh diri”. Mengapa si fulan merintih sampai mau bunuh diri segala, ini disebabkan nasib bagiannya yang sudah jatuh ditimpa tangga pula.
 Kesimpulan dari kisah si fulan, nasib yang dimaksud adalah takdir buruk karena Tuhan menentukan lain dari yang diharapkannya. Padahal kalau dikaji apa yang kita inginkan belum tentu itu yang diberi oleh Tuhan pada kita. Bisa jadi apa yang diberi itu ternyata itu yang terbaik buat diri kita, kita mencintai si A tapi ternyata si A mencintai si B, si B mencintai kita tapi kita tidak, seperti lingkaran yang tak ada habisnya. Oleh karena itu, kita harus bisa menerima apa yang diberikan oleh Tuhan apa adanya (optimisme) sebaliknya kalau kita mengeluh dan menyalahkan nasib sebagai biang keladinya maka sifat pesimisme ini harus dihindari. Sikap pesimis akan membelenggu langkah panjang kita menuju harapan di masa datang. Dunia tak selebar daun kelor, masih banyak gadis-gadis terbaik yang disiapkan Tuhan menunggu di ujung waktu. Jangan kita habiskan waktu dengan hal-hal yang tak berguna, hanya karena seorang wanita.Wanita yang dijodohkan oleh Tuhan untuk kita seburuk apa pun itu yang terbaik buat hidup kita. Sebaliknya secantik bidadari gadis yang meluluhkan hati kita, kalau bukan jodoh, itu lebih baik buat kita.
Lagu di atas mengajarkan pada kita jangan seperti si fulan yang tidak bisa menerima takdir ketentuan dari Tuhan lalu jatuh pada menganiaya diri sendiri. Merintih, menyayat hati boleh-boleh dan sah-sah saja karena sakitnya tu disini akan tetapi jangan lama-lama berkubang disana. Segera bangkit dan berjalanlah seperti biasa saat anda merasakan betapa bahagianya hidup didunia penuh lika-liku ini. Liku-liku laki-laki selalu berkelit berkelindan dengan perempuan kecuali abnormal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar