Analisis wacana
Teks sastra lisan Rejang
“Terjadinya Pohon Enau”
A.Pendahuluan.
Analisis Wacana menurut Stubbs
(dalam Darma, 2009:15) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian
yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan
maupun tulis, misalnya pemaknaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Sementara
itu, Darma (2009:47) dalam wacana perlu diperhatikan tiga hal, yaitu (1)
tahapan struktur bahasa yang menghubungkannya dengan partisipan dalam
komunikasi, (2) tindakan yang dimunculkan melalui teks yang dihasilkannya, (3)
konteks dalam wacana yang dibangun. Sedangkan Wijana dan Muhammad Rohmadi
(2011:13) mendefinisikan analisis wacana adalah analisis kebahasaan yang terikat dengan
konteks. Dari pendapat para ahli bahasa tersebut diatas dapat dikatakan bahwa
analisis wacana adalah usaha menelaah, meneliti, mengkaji, mendepkripsikan
produk bahasa yang berguna sesuai konteks baik lisan maupun tulisan.
Ada dua aspek dalam analisis
wacana, Darma (2009:73-79) yaitu, (1) aspek
mikrostruktural, wacana dikaji dari sisi linguis seperti jenis, struktur
dan hubungan bagian-bagiannya. Kajiannya meliputi yaitu, (a) kosa kata (kohesi
leksikal) seperti repetisi, sinomimi, antonimi, hiponimi, kolokasi, (b)
gramatika seperti referensi, substitusi, elipsis, konjungsi. dan (c) struktur
teks yaitu elemen-elemen secara berurutan yang membangun teks. (2) aspek makrostruktural, analisis wacana
yang menginterpretasi teks dengan memperhatikan konteks situasional (budaya)
dan konteks antar tekstual (prinsip analogi, background dll).
Berikut ini legenda terciptanya
pohon enau, kutipan lisan.(Sarwono, 2001). Teks lisan ini akan dianalisis
sesuai teori analisis wacana seperti yang telah dikemukakan di atas.
Ade anok lumang duai basoak. Si alau mai imbo. “Kalew
uku matei”, padeakne, “kesoa uku nak di”, nadeakne ngen kakokne. “Lah lajau uku
tingga su’ang amen ko matei. Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei kulo.
Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano
ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw. Air
kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane. “Sapei ku
kak nio kumu keluwea, kesoa kak nio. Slaweine matei, genne ko matei. Uku yo lak
temulung ko dalen luyen cigai. Jano idup ano ko semidep si kemelek kirone nau.
Sapei waktaune abis bueak mayang ngen mayang yo ba ngen bebueak beluluk . Ade
si ngecep mis.
B.Pembahasan.
Analisis
aspek mikrostruktural dari cerita legenda masyarakat Rejang tentang asal-usul
pohon enau tersebut diatas dapat dideskripsikan temuan-temuan sebagai berikut :
(1) Kohesi kosa kata yang
berhubungan antar unsur secara semantis. Seperti teori yang telah dijelaskan pada
pendahuluan diatas dalam legenda masyarakat Rejang terdapat keutuhan wacana
secara semantis sebagai unsur pembentuknya yaitu :
a. Repetisi (pengulangan)
(1).
Sapei waktaune abis bueak mayang ngen mayang yo ba ngen
bebueak beluluk.
(2)
Ade anok lumang duai basoak. Si alau mai imbo. “Kalew uku matei”, padeakne, “kesoa
uku nak di”, nadeakne ngen kakokne. “Lah lajau uku tingga su’ang amen ko
matei. Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei
kulo.
(3)
Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano
ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak
ilmaw. Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane.
Repetisi atau
pengulangan seperti data (1) diklasifikasikan ke dalam repetisi anafora
sedangkan pada data (2) dan (3) dalam kalimat diulang masing-masing hanya dua
kali dan pengulangannya ada ditengah-tengah kalimat, maka pengulangan seperti
ini diklasifikasikan kedalam jenis repetisi epistrofa.
b.Sinomimi (padanan
kata)
(4)
Ade anok lumang duai basoak. Si alau mai imbo.
Sinomimi merupakan alat
kohesi leksikal dalam wacana yang menggunakan lebih dari satu bentuk bahasa
yang secara semantis memiliki kesamaan atau kemiripan semantis. Pada data (4)
terdapat kata duai basoak dan si yang memiliki makna semantis yang mirip.
c.Antonimi (lawan kata)
(5)
Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei kulo. Coa uku lak temulung
ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup,
kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw
Antonimi merupakan
kohesi leksikal yang memiliki makna berlawanan atau oposisi, pada data (5)
terlihat pada kata matei dan idup termasuk klasifikasi pertentangan mutlak
yaitu hidup dan mati memiliki pertentangan makna yang mutlak.
d.Hiponimi (hubungan
atas bawah)
(6)
Si
alau mai imbo. “Kalew uku matei”, padeakne, “kesoa uku nak di”,
nadeakne ngen kakokne. “Lah lajau uku tingga su’ang amen ko matei. Do’o ite
duai basoak, ipe lumang ko matei kulo. Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade
dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak
manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw. Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo
ilmawne yo perbuatenne mak bioane. “Sapei ku kak nio kumu keluwea, kesoa kak
nio. Slaweine matei, genne ko matei. Uku yo lak temulung ko dalen luyen cigai.
Jano idup ano ko semidep si kemelek kirone nau.
Pada data (6) kata imbo
merupakan hipernim dan memiliki hiponim pohon-pohonan salah satunya adalah nau
(pohon enau).
(2)
Kohesi gramatika
a.Substitusi
Substitusi merupakan salah satu kohesi gramatika yang
berupa penggantian untuk variasi.
(1)
Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne
yo perbuatenne
mak bioane.
(2)
“Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di,
jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw.
Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane.
“Sapei ku kak nio kumu keluwea, kesoa kak nio. Slaweine matei, genne ko matei.
Uku yo lak temulung ko dalen luyen cigai.
Mencermati
data-data tersebut pada no (1) unsur lingual ilmawne disubstitusi dengan
perbuatenne yang mempunyai arti yang hampir sama. Sedangkan pada data no (2)
igai disubstitusi dengan cigai, memang
kata igai yang berarti lagi dan cigai berarti habis akan tetapi pada kalimat
pemakaiannya tersebut diatas maksudnya sama yaitu “tidak ada jalan lagi”
b.Elipsis
Pelesapan merupakan suatu cara menghilangkan beberapa
kata, frasa, atau kalimat untuk tujuan kepraktisan dan efektivitas.
(3)“Cigay ade dalen luyen igai”, * kesoa uku nak di, jano ade tubuh
idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw.
Pada data nomor (3) ada
frasa yang dilesapkan * yaitu “jawab adiknya tegas”
c.Konjungsi
Perangkaian merupakan cara menghubungkan unsur yang satu
dengan unsur yang lain agar kalimat menjadi padu. Kohesi yang berupa konjungsi
pada teks diatas tampak pada data dibawah ini.
(3)
Sapei waktaune abis bueak mayang ngen
mayang yo ba ngen bebueak beluluk .
Pada data (3) diatas
kata ngen pertama berarati maka yang merangkaikan unsur yang berada disebelah
kiri dengan unsur yang sebelah kanan. Sedangkan ngen kedua berarti akan, yang
menghubungkan tujuan kalimat sebelah kiri dengan yang sebelah kanan.
(3)
Analisis kontek situasi
Analisis konteks situasi diperlukan untuk mengungkap
sesuatu yang berada dalam wacana yang
sedang dianalisis, dalam hal ini legenda pohon enau. Masyarakat Rejang
mempunyai mitos bahwa seluruh hewan dan tumbuh-tumbuhan berasal dari manusia
(antropos). Hal ini dikemukakan oleh Sarwono dkk (2001:68) “menurut keyakinan
masyarakat Rejang, sebagaimana yang dikisahkan dalam mitos kejadiannya burung
pungguk terjadi dari seorang anak manusia.” Mitos kejadian pohon enau ini
mengandung tiga pelajaran, (1) sikap rela berkorban. Di dalam teks diceritakan
bagaimana adik perempuan rela mati asal kakaknya tetap hidup sejahtera dengan
mengambil air nira dari pohon enau untuk dijadikan gula aren. (2) masyarakat
Rejang mewariskan pengetahuan kepada generasi berikutnya bahwa pohon enau yang
banyak tumbuh di wilayah Rejang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi
keluarga, dan (3) pemeliharaan dan pelestarian pohon enau akan terjaga dengan
baik mengingat asal usulnya adalah adik perempuan mereka sendiri.
Daftar Pustaka
Darma, Yoce Aliah.
2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung :Yrama Widya.
Sarwono,
dkk. 2001. Kisah Manusia dan Semesta dari Masyarakat Rejang di Propinsi Bengkulu
: Analisis Struktur dan Fungsi. Jakarta : Pusat Bahasa Depdikbud.
Wijana
dan Muhamad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan
Analisis. Solo : Yuma Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar