Selasa, 02 Juni 2015



 Analisis wacana
Teks sastra lisan Rejang
“Terjadinya Pohon Enau”

A.Pendahuluan.
Analisis Wacana menurut Stubbs (dalam Darma, 2009:15) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun tulis, misalnya pemaknaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Sementara itu, Darma (2009:47) dalam wacana perlu diperhatikan tiga hal, yaitu (1) tahapan struktur bahasa yang menghubungkannya dengan partisipan dalam komunikasi, (2) tindakan yang dimunculkan melalui teks yang dihasilkannya, (3) konteks dalam wacana yang dibangun. Sedangkan Wijana dan Muhammad Rohmadi (2011:13) mendefinisikan analisis wacana adalah  analisis kebahasaan yang terikat dengan konteks. Dari pendapat para ahli bahasa tersebut diatas dapat dikatakan bahwa analisis wacana adalah usaha menelaah, meneliti, mengkaji, mendepkripsikan produk bahasa yang berguna sesuai konteks baik lisan maupun tulisan.
Ada dua aspek dalam analisis wacana, Darma (2009:73-79) yaitu, (1) aspek mikrostruktural, wacana dikaji dari sisi linguis seperti jenis, struktur dan hubungan bagian-bagiannya. Kajiannya meliputi yaitu, (a) kosa kata (kohesi leksikal) seperti repetisi, sinomimi, antonimi, hiponimi, kolokasi, (b) gramatika seperti referensi, substitusi, elipsis, konjungsi. dan (c) struktur teks yaitu elemen-elemen secara berurutan yang membangun teks. (2) aspek makrostruktural, analisis wacana yang menginterpretasi teks dengan memperhatikan konteks situasional (budaya) dan konteks antar tekstual (prinsip analogi, background dll).
Berikut ini legenda terciptanya pohon enau, kutipan lisan.(Sarwono, 2001). Teks lisan ini akan dianalisis sesuai teori analisis wacana seperti yang telah dikemukakan di atas.




Ade anok lumang duai basoak. Si alau mai imbo. “Kalew uku matei”, padeakne, “kesoa uku nak di”, nadeakne ngen kakokne. “Lah lajau uku tingga su’ang amen ko matei. Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei kulo. Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw. Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane. “Sapei ku kak nio kumu keluwea, kesoa kak nio. Slaweine matei, genne ko matei. Uku yo lak temulung ko dalen luyen cigai. Jano idup ano ko semidep si kemelek kirone nau. Sapei waktaune abis bueak mayang ngen mayang yo ba ngen bebueak beluluk . Ade si ngecep mis.


B.Pembahasan.
Analisis aspek mikrostruktural dari cerita legenda masyarakat Rejang tentang asal-usul pohon enau tersebut diatas dapat dideskripsikan temuan-temuan sebagai berikut : (1) Kohesi kosa kata yang berhubungan antar unsur secara semantis. Seperti teori yang telah dijelaskan pada pendahuluan diatas dalam legenda masyarakat Rejang terdapat keutuhan wacana secara semantis sebagai unsur pembentuknya yaitu :
a. Repetisi (pengulangan)
(1). Sapei waktaune abis bueak mayang ngen mayang yo ba ngen bebueak beluluk.
(2) Ade anok lumang duai basoak. Si alau mai imbo. “Kalew uku matei”, padeakne, “kesoa uku nak di”, nadeakne ngen kakokne. “Lah lajau uku tingga su’ang amen ko matei. Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei kulo.
(3) Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw. Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane.
Repetisi atau pengulangan seperti data (1) diklasifikasikan ke dalam repetisi anafora sedangkan pada data (2) dan (3) dalam kalimat diulang masing-masing hanya dua kali dan pengulangannya ada ditengah-tengah kalimat, maka pengulangan seperti ini diklasifikasikan kedalam jenis repetisi epistrofa.
b.Sinomimi (padanan kata)
(4) Ade anok lumang duai basoak. Si alau mai imbo.
Sinomimi merupakan alat kohesi leksikal dalam wacana yang menggunakan lebih dari satu bentuk bahasa yang secara semantis memiliki kesamaan atau kemiripan semantis. Pada data (4) terdapat kata duai basoak dan si yang memiliki makna semantis yang mirip.
c.Antonimi (lawan kata)
(5) Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei kulo. Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw
Antonimi merupakan kohesi leksikal yang memiliki makna berlawanan atau oposisi, pada data (5) terlihat pada kata matei dan idup termasuk klasifikasi pertentangan mutlak yaitu hidup dan mati memiliki pertentangan makna yang mutlak.
d.Hiponimi (hubungan atas bawah)
(6) Si alau mai imbo. “Kalew uku matei”, padeakne, “kesoa uku nak di”, nadeakne ngen kakokne. “Lah lajau uku tingga su’ang amen ko matei. Do’o ite duai basoak, ipe lumang ko matei kulo. Coa uku lak temulung ko”. “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw. Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane. “Sapei ku kak nio kumu keluwea, kesoa kak nio. Slaweine matei, genne ko matei. Uku yo lak temulung ko dalen luyen cigai. Jano idup ano ko semidep si kemelek kirone nau.
Pada data (6) kata imbo merupakan hipernim dan memiliki hiponim pohon-pohonan salah satunya adalah nau (pohon enau).

(2) Kohesi gramatika
a.Substitusi
            Substitusi merupakan salah satu kohesi gramatika yang berupa penggantian untuk variasi.
(1)    Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane.
(2)    “Cigay ade dalen luyen igai”, kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw. Air kemcur manyang kadeaknu yo namo yo ilmawne yo perbuatenne mak bioane. “Sapei ku kak nio kumu keluwea, kesoa kak nio. Slaweine matei, genne ko matei. Uku yo lak temulung ko dalen luyen cigai.

Mencermati data-data tersebut pada no (1) unsur lingual ilmawne disubstitusi dengan perbuatenne yang mempunyai arti yang hampir sama. Sedangkan pada data no (2) igai disubstitusi dengan cigai,  memang kata igai yang berarti lagi dan cigai berarti habis akan tetapi pada kalimat pemakaiannya tersebut diatas maksudnya sama yaitu “tidak ada jalan lagi”
b.Elipsis
            Pelesapan merupakan suatu cara menghilangkan beberapa kata, frasa, atau kalimat untuk tujuan kepraktisan dan efektivitas.
(3)“Cigay ade dalen luyen igai”, * kesoa uku nak di, jano ade tubuh idup, kalew si bebuak manyang awei yo endahne yo bueak ilmaw.
Pada data nomor (3) ada frasa yang dilesapkan * yaitu “jawab adiknya tegas”
c.Konjungsi
            Perangkaian merupakan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain agar kalimat menjadi padu. Kohesi yang berupa konjungsi pada teks diatas tampak pada data dibawah ini.
(3)    Sapei waktaune abis bueak mayang ngen mayang yo ba ngen bebueak beluluk .

Pada data (3) diatas kata ngen pertama berarati maka yang merangkaikan unsur yang berada disebelah kiri dengan unsur yang sebelah kanan. Sedangkan ngen kedua berarti akan, yang menghubungkan tujuan kalimat sebelah kiri dengan yang sebelah kanan.

(3) Analisis kontek situasi
            Analisis konteks situasi diperlukan untuk mengungkap sesuatu yang berada  dalam wacana yang sedang dianalisis, dalam hal ini legenda pohon enau. Masyarakat Rejang mempunyai mitos bahwa seluruh hewan dan tumbuh-tumbuhan berasal dari manusia (antropos). Hal ini dikemukakan oleh Sarwono dkk (2001:68) “menurut keyakinan masyarakat Rejang, sebagaimana yang dikisahkan dalam mitos kejadiannya burung pungguk terjadi dari seorang anak manusia.” Mitos kejadian pohon enau ini mengandung tiga pelajaran, (1) sikap rela berkorban. Di dalam teks diceritakan bagaimana adik perempuan rela mati asal kakaknya tetap hidup sejahtera dengan mengambil air nira dari pohon enau untuk dijadikan gula aren. (2) masyarakat Rejang mewariskan pengetahuan kepada generasi berikutnya bahwa pohon enau yang banyak tumbuh di wilayah Rejang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi keluarga, dan (3) pemeliharaan dan pelestarian pohon enau akan terjaga dengan baik mengingat asal usulnya adalah adik perempuan mereka sendiri.
           



Daftar Pustaka
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung :Yrama Widya.
Sarwono, dkk. 2001. Kisah Manusia dan Semesta dari Masyarakat Rejang di Propinsi Bengkulu : Analisis Struktur dan Fungsi. Jakarta : Pusat Bahasa Depdikbud.
Wijana dan Muhamad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Solo : Yuma Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar