Selasa, 26 Mei 2015

Ringkasan buku Mengenal Budaya Enggano

Bagi yang berminat membeli bukunya hubungi :
HP                           : 081278859095
Email                      : yy.ekorusyono@yahoo.com




Judul Buku                        : Mengenal Budaya Enggano
Penulis                              : YY. EKORUSYONO
Cetakan pertama               : 2006
Cetakan kedua                  : 2013
Cetakan ketiga                  : 2015
Halaman                            : x +190 ; 14 x 21 cm
ISBN                                 : 978-602-7636-38-5
Penerbit                            : Buku Litera, Yogyakarta

Ringkasan Buku

1.Pendahuluan
            Enggano adalah sebuah kepulauan terpencil menyimpan keunikan budaya tersendiri dan cenderung tak tersentuh oleh derasnya gelombang budaya globalisasi. Letaknya di samudera Indonesia sebelah barat pulau Sumatera pada 102’05 derajat sampai dengan 102’25 derajat Bujur Timur dan 5’17 derajat sampai dengan 5’31 derajat Lintang Selatan; dengan luas wilayah 680 Km bujur sangkar; panjang 40 km dan lebar 17 km.  Pulau ini dihuni oleh 2406 jiwa dari 619 KK, tingkat kepadatan penduduk 3,81 km/jiwa. Iklim tropis basah, dengan curah hujan rata-rata 3.800mm/per tahun, kelembaban udara 83% sampai 88%.  Keadaan tanahnya subur dan sebagian berbatu karang tidak bergunung, mengalir beberapa sungai besar dan kecil yang airnya bersih. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari kawasan hutan yang mencapai 33.120 Ha sedangkan tanah yang dihuni dan dimanfaatkan kurang lebih 7.050 Ha.
Pulau Enggano termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu.  Secara administratif, pulau Enggano merupakan sebuah kecamatan yang terdiri dari enam desa, yaitu desa Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meok, dan Banjarsari. Tiap-tiap desa dikepalai oleh seorang kepala desa. Berbeda dengan pemerintahan wilayah lainnya di Bengkulu, pemerintahan desa di Enggano tidak mengenal RT dan RW. Semua urusan langsung ditangani kepala desa mengingat penduduknya yang masih sedikit. Seorang kepala desa memerintah sekitar 40 sampai 50 rumah atau KK. Desa yang satu dengan lainnya dipisahkan oleh rimba dan semak belukar. Transportasi dari satu desa ke desa yang lainnya masih didominasi angkutan laut berupa perahu ‘ketek’ dengan muatan 1 ton atau 10 sampai 20 orang. Dalam cuaca bagus perahu ‘ketek’ mampu mengelilingi pulau dalam waktu 12 jam, akan tetapi sekarang dengan adanya pengerasan jalan, tranportasi beralih ke tranportasi darat.
Penduduk Kecamatan Enggano mayoritas penduduk asli dan sebagian kecil pendatang. Penduduk asli ada lima suku yaitu suku Kauno, Kaitora, Kaarubi, Kaharuba dan Kahaoa. Sementara kaum pendatang baik dari suku apapun di luar penduduk asli dimasukkan dalam suku tersendiri yang disebut suku Kamay. Setiap suku dikepalai oleh seorang kepala suku dan dibantu oleh beberapa kepala pintu suku.  Kepala-kepala suku dipimpin oleh seorang pemimpin tertinggi yang disebut Paabuki dengan masa kepemimpinan 6 bulan digilir secara bergantian di antara kepala suku yang ada. Kepala suku masa kepemimpinannya seumur hidup, begitu juga kepala pintu suku (kap kaudar). Bila kepala suku meninggal, ia berhak menunjuk penggantinya atau menyerahkan pemilihannya kepada ‘kepala pintu suku’. Demikian halnya dengan proses pemilihan kepala pintu suku. Tiap-tiap suku berbeda jumlah kepala pintu sukunya, ada yang hanya satu pintu ada yang empat pintu. Suku Kauno ada tiga pintu suku yakni kap kaudar Kapururu, kap kaudar Kaduai, dan kap kaudar Nahyeah Pabuuy.  Sama halnya suku Kaarubi yang juga terdiri dari tiga pintu suku, yaitu kap kaudar Ahipe, kap kaudar Abobo, dan kap kaudar Kaanaine. Suku Katora hanya ada satu pintu yaitu kap kaudar Kaitora, demikian pula suku Kaharuba yang hanya memiliki satu pintu, kap kaudar Kaharuba. Suku Kahaoao ada lima pintu suku, yakni kap kaudar Khadoa, kap kaudar Eyo’oppo, kap kaudar Kakore, kap kaudar Kamanihun, dan kap kaudar Kakionna.  Suku Kamay, sebagai suku pendatang dibagi berdasarkan wilayah yaitu satu kap kaudar wilayah bagian barat dan satu kap kaudar wilayah timur.
Bahasa Enggano adalah satu-satunya alat komunikasi di pulau ini sebelum masuknya pengaruh bahasa Indonesia. Bahasa ini oleh para ahli bahasa digolongkan bahasa akek atau bahasa orang utan karena tidak dikenal. Jumlah pemakai terbesar bahasa Enggano ada di dua desa yaitu Apoho dan Meok. Sedikit di Kaana, Malakoni, dan Banjarsari. Bila ditotal dari seluruh penduduk kurang lebih 60 % yang masih aktif berbahasa Enggano sisanya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sehari-hari.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah kearifan budaya (local genius) masyarakat kepulauan Enggano yang mampu bertahan dari serbuan budaya luar ? “.


2.Metodologi penulisan buku
            Metode yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif etnografi, Kontjaraningrat (2000 : 329) mendefinisikan “etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa”. Penelitian yang berkaitan dengan suatu suku bangsa bisa menyeluruh apabila jumlah penduduknya sangat sedikit dibawah satu jutaan orang dan sebagiannya saja kalau jumlah penduduknya besar seperti Jawa, Sunda dll. JA Clifton (dalam Koentjaraningrat, 2000 : 330-331) memberi pedoman untuk menentukan batas-batas dari masyarakat, bagian suku bangsa yang menjadi pokok dan lokasi nyata dari deskripsi etnografi sebagai berikut :
1.      Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh suatu desa atau lebih.
2.      Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu dialek bahasa.
3.      Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas satu daerah politikal administratif.
4.      Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
5.      Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik.
6.      Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi.
7.      Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang sama.
8.      Kesatuan masyarakat dengan frekwensi interaksinya satu dengan yang lainnya merata tinggi.
9.      Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam.
Masyarakat Enggano selain penduduknya sedikit juga satu masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik (kepulauan Enggano). Oleh karena itu, kebudayaan masyarakat Enggano dapat dideskripsikan secara utuh. Para ahli bidang kajian etnografi dalam ruang lingkup Antropologi Budaya, khususnya Koentjaraningrat (2005 : 333) memberikan pedoman ruang lingkup deskripsi secara utuh sekurang-kurangnya, kerangka buku yang akan ditulis mencakup :
1.      Lokasi, lingkungan alam dan demografi
2.      Asal mula dan sejarah suku bangsa
3.      Bahasa
4.      Sistem teknologi
5.      Sistem mata pencaharian
6.      Organisasi sosial/adat istiadat
7.      Sistem pengetahuan
8.      Kesenian
9.      Sistem religi
Untuk mendapatkan data penelitian dilakukan langsung terjun di lapangan, hidup bersama masyarakat bertahun-tahun lamanya (penulis hidup di Enggano 2 tahun).  Kerja lapangan dilakukan untuk menjaga kredibilitas dan apabila di konfirmabilitas, hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam buku.


3.Hasil Penelitian/Pembahasan.
            Asal mula masyarakat Enggano diduga kuat berasal dari China daratan, dugaan itu didukung bukti dengan ditemukannya mata uang logam China kuno berangka tahun 421 M yang bertuliskan Chien Ma di Enggano. Dugaan kuat rombongan yang terdampar di pulau Enggano bagian dari eksodus Pangeran-pangeran dari China yang melarikan diri dari situasi gejolak dalam negeri China pasca runtuhnya Dinasti Han 220 M. Juga diperkuat oleh arti istilah” Enggano” (bahasa China kuno) rusa bertanduk sebagai penggambaran bahwa wanita-wanitanya berdandan dengan rambut dikepang dua yang menonjol keatas, artinya dandanan seperti ini pada masa itu hanya dikenal di daratan China. Bisa disimpulkan bahwa nenek moyang orang Enggano berdasarkan fakta-fakta sejarah berasal dari China daratan, mereka eksodus melalui  jalur pelayaran dari Yunan menyusuri anak sungai Mekhong dan anak sungai Yang Tse Kiang tiba di Rangoon Birma menuju ke Indonesia melalui kepulauan Andaman dan kepulauan Nicobar di teluk Benggala kemudian memasuki kepulauan Nias, kepulauan Mentawai dan mendarat/terdampar di pulau Enggano.  
            Kepercayaan masyarakat Enggano sampai saat ini masih percaya pada Roh Leluhur. Roh leluhur oleh masyarakat Enggano diyakini memberi perlindungan, keselamatan dan menjauhkan mereka dari segala mara bahaya. Ia tempat mengadu dan meminta pertolongan untuk keluar dari segala macam kesulitan. Di setiap kegiatan-kegiatan penting seperti membangun rumah, membuka lahan baru, memanen tanaman, membuat jalan, berpergian baik sendirian maupun rombongan, berburu dan lain-lain. Selalu meminta izin dan restu dari roh leluhur. Tidak ada satu kegiatan pun yang tidak melibatkan peran roh leluhur. Dalam berkomunikasi dengan roh leluhur mereka tidak menggunakan sesajen layaknya kepercayaan serupa di lain tempat.
Orang Enggano menganggap nenek moyang mereka yang telah mati masih hidup di dunia suci. Dunia yang tidak tampak, tidak bisa dijamah oleh sembarang orang. Roh-roh mereka hidup dalam tatanan alam semesta berbahagia, memiliki kekuatan, bisa diajak berkomunikasi. David Hicks (1985:30) menjelaskan dunia rekaan masyarakat yang tertata adalah suatu dunia atau sistem tatanan yang sudah selesai diciptakan dan dia menyebutnya dengan istilah kosmos. Orang Enggano menyatakan bahwa roh-roh itu mendiami dunia kosmos tetapi masih di wilayah mereka. Jadi komunikasi bisa dilakukan setiap saat seperti halnya orang beragama berkomunikasi dengan Tuhan. Bedanya komunikasi kepada roh leluhur hanya bisa dilakukan oleh elite-elite masyarakat seperti kepala suku, kepala pintu suku atau tokoh adat. Monopoli hubungan kepada alam gaib semakin menambah otoritas kewibawaan sekaligus kepercayaan masyarakat pada mereka.
Dari kepercayaan pada roh leluhur muncul daya magis Perihei sebagai local genius membangun solidaritas sosial dalam menghadapi situasi sulit, utamanya masalah paceklik pangan. Mereka meyakini bagi siapa saja yang masih punya sedikit makanan di saat paceklik hendaknya membagi dengan yang lainnya. Bahkan kalau tidaka ada lagi yang bisa dibagi memakannya secara sembunyi-sembunyi.
Bahasa Enggano salah satu  dari sekian ratus bahasa daerah yang ada di nusantara ini.  Bahasa Daerah Enggano hanya digunakan di wilayah kepulauan Enggano Pemakai bahasa ini termasuk kategori paling sedikit dibawah dua ribuan orang tetapi ada juga satu bahasa hanya digunakan ratusan orang saja seperti di Irian .  Bahasa daerah Enggano digunakan oleh masyarakat sebagai bahasa sehari-hari dan bahasa keadatan . Bahasa ini juga salah satu unsur budaya daerah yang perlu mendapat perhatian , perlindungan dan pemeliharaan dari negara .   
              Sebagai bahasa local Enggano, bahasa ini tidak didapati di daerah lain, bisa dikatakan bahasa Enggano menjadi identitas orang Enggano .  Untuk mengenal seseorang berasal dari Enggano atau bukan cara yang paling mudah mengenali dialek bahasanya atau bahasa yang digunakannya .  Bahasa daerah ini juga  membedakan antara masyarakat kepulauan Enggano dengan kepulauan lainnya seperti Mentawai , Nias dan daratan Sumatera. Dibawah ini diperkenalkan bahasa Enggano yang berkaitan dengan anggota tubuh manusia.
1.   Kepala                                  : eyurru
2.   Rambut kepala                     : epururuiuru
3.   Mata                                    : ebak’kha
      Alis mata                              : kepenneubakkha
      Bulu mata                            : epururuyubakkha
      Biji mata                              : herabakkha
      Kelopak mata                       : eiyeeubakkha
4.   Hidung                                  : epannhu
      Lobang hidung                     : eheyepannu
      Bulu hidung                          : pururuiupannu
      Tulang hidung                      : ekhikihya
5.   Telinga                                 : ekarihhya
      Daun telinga                        : epururuiukarihya
      Lobang telinga                     : eheyeppa ukarihya
      Bulu telinga                          : epururui’ukarihya
6.   Mulut                                   : ekha’a
      Gigi                                       : eeyakha’a
      Gigi geraham                       : ekerekukha’a
      Bibir                                     : yukurippha
      Dagu                                     : ekhi’i
7.   leher                                     : eyahannu’a
      Batang leher                        : eeyauahannu’a
      Jakun                                    : epuahannu’a
8.   Bahu                                     : eyanianni
9.   Tangan                                 : eeyapphe
      Lengan tangan                     : eydehaediuappe
      Badan tangan                       : ekarahhauappehe
      Telapak tangan                    : eheyeuappe
      Jari-jari tangan                    : eminuuapphe
10. Payudara                              : ekokkho
      Putting susu                          : ebakkhukekke
              Dilihat dari perkembangannya kemungkinan besar bahasa ini akan punah dalam 20-30 tahun ke depan seiring pergeseran bahasa ke bahasa Indonesia. Hal ini dkuatkan dengan adanya kajian pendahuluan terhadap pemertahanan dan pergeseran bahasa di Enggano oleh Ngudining Rahayu dalam sebuah makalah yang disampaikan pada seminar bulan Bahasa Unib 25 Oktober 1997. Disana disebutkan bahwa masyarakat Enggano lebih menyukai menggunakan Bahasa Indonesia untuk fungsi dan tujuan yang lebih luas di luar komunikasi internal keluarga. Secara kasar masyarakat Enggano lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dibanding menggunakan bahasa asli 60% : 40%. Berdasarkan komposisi perbandingan pemakaian bahasa tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa mereka dwi bahasawan.
              Masyarakat Enggano dikenal sebagai masyarakat kesukuan dan keadatan. Masyarakat kesukuan adalah suatu sistem kekerabatan terdiri dari satu keturunan berdasarkan garis ibu (matrilinial). Saat ini ada 6 suku terdiri 5 suku asli dan satu pendatang. Struktur organisasi masyarakat Enggano secara lengkap ada dalam buku, disini ditampilkan enam suku yang ada sebagai berikut :

  1. KAUNO 
  2. KAITORA 
  3. KAARUBI 
  4. KAHARUBA 
  5. KAHAOA 
  6. KAAMAY
               Sistem masuk suku tersebut diatas sebagai local genius kedua untuk mengatasi kaum pendatang agar taat    pada aturan adat istiadat setempat. Pada tahun 1969 secara prosesi adat kaum pendatang diakui dan diresmikan menjadi satu suku tersendiri yaitu suku Ka’may . Makna penting prosesi itu,  kaum pendatang diterima secara adat hidup berdampingan dengan suku asli dan  mempunyai  hak dan kewajiban yang sama dengan suku-suku lainnya.  Konflik berkepanjangan antara kaum pendatang dan penduduk asli lebur dengan pengakuan adat tersebut.
              Sejak itu suku Ka’may sudah dipandang sebagai salah satu suku dari suku-suku yang ada di Enggano. Dalam hal hubungan dengan suku lainnya diperlakukan sama dan sederajat dimata hukum adat . Suku pendatang ini juga tunduk dan patuh pada tata aturan adat yang berlaku. Kesepakatan antara kedua belah pihak itulah faktor penyebab keharmonisan hubungan tetap terjaga.
              Adat istiadat masyarakat Enggano diatur dalam lembaga keadatan hingga kini masih dipatuhi masyarakat pendukungnya. Pemegang lembaga keadatan dipegang oleh koordinator suku (Paabuki) yang masa jabatannya digilir selama 6 bulan sekali. Paabuki dibantu oleh kepala-kepala suku bermusyawarah untuk melakukan upacara-upacara seperti :

  1.  Yakarea Kaudada (pesta adat besar) 
  2.  Waminha Kaudar ( upacara peresmian kampung baru) 
  3.   Yapurihie (masa pantang atas meninggalnya seorang warga) 
  4.    Paruru Iebieya (pesta kecil/kenduri) 
  5.    Padabuki ( acara khusus untuk sumbangan) 
  6.   Phaneku (upacara penobatan kepala suku) 
  7.  Epadabukki (penghargaan kepada warga yang berjasa) 
  8.  Paururudobu Watadadui (gotong royong membantu orang yang punya hajat).

Juga memberlakukan tegaknya hukum adat yang harus diberlakukan kepada seluruh warga kepulauan tanpa kecuali. Tabel dibawah ini menggambarkan  secara jelas jenis pelanggaran dan jumlah denda yang harus dibayar oleh pesakitan.  Juga disertai upacara tertentu atau tidak sesuai undang – undang adat yang telah disepakati oleh masyarakat adat pada tanggal 18 agustus 1984.


No
Jenis Pelanggaran
Jumlah denda
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Membunuh
Tidak mengakui adat
Merusak adat
Memperkosa
Menganiaya
Memfitnah
Berkelahi
Merusah hak orang lain
Merusak rumah tangga
Sengaja menceraikan
Berzina

-
-
Rp 3.000,-
Rp25.000,-
Rp 5.000,-
Rp 5.000,-
Rp 2.500,-
RP 2.500,-
Rp 2.500,-
-
Rp 1.500,-
Tidak ada upacara langsung diusir.
Tanpa upacara langsung diusir.
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Keluar rumah dengan 2 stel    pakaian
Upacara adat (bujang gadis ).
Sumber : Salinan Naskah Tata Upacara-Upacara adat istiadat masyarakat Enggano.
Ditinjau dari jumlah denda yang harus dibayar nampaknya tidak seberapa. Disini letak keampuhan adat setempat terletak pada malunya seseorang saat diadakan upacara adat.  Tekanan malunya waktu diumumkan ke seluruh suku yang ada serta seluruh warga menyaksikan peristiwa itu.  Pada akhirnya seluruh warga dari ujung ke ujung pulau mengetahui semua aib itu.  Ibarat kata pepatah orang Enggano jarum jatuh di suatu tempat, orang ditempat lain menemukannya.  Artinya berita itu menjadi berita head line di seantero pulau.
              Dalam menyelesaikan konflik tanpa memberatkan dan cukup efektif mengatasi permasalahan yang timbul inilah local genius ketiga. Penanaman rasa malu mampu meminggirkan peran polisi, jaksa dan pengadilan. Sampai saat ini belum pernah permasalahan yang terjadi naik ke tingkat pengadilan.
              Local genius terakhir tentang pelestarian alam dalam menjaga ekosistem pulau dari kerusakan. Pelestarian alam diatur dalam aturan adat dan selalu disosialisasikan di setiap upacara adat untuk memberi kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga fungsi hutan untuk menyangga keutuhan ekosistem pulau. Ekosistem di Enggano sangat berbeda dengan ekosistem di lain tempat. Ekosistem di pulau ini akan terganggu bila terjadi kerusakan salah satu unsur saja. Saking rapuhnya ekosistem disini satu unsur terganggu seluruh ekosistem terguncang seluruhnya dan berbahaya bagi keberadaan pulau.
              Setakat itu pulau Enggano adalah tujuan wisata eksotik yang tidak boleh dilewatkan bagi yang ingin mengisi liburannya. Ada beberapa tempat wisata yang wajib anda kunjungi disana antara lain :  Pantai Komang, Muara Kahabi, Sumur laut, Bakblau, Pantai Apoho, Pulau dua dan Pulau Merbau. Selain itu jikalau anda hobi surfing saya anjurkan untuk pergi kesebalik pulau, anda akan diayun-ayun gelombang menantang.

4.Kesimpulan
              Kepulauan Enggano menyimpan potensi sumberdaya alam dan budaya yang tak ternilai harganya. Kekayaan budaya khususnya local genius dapat menjadi teladan bagi masyarakat lainnya dalam mengatasi permasalahan hidup dan kehidupannya dengan cara yang arif dan bijaksana. Paling tidak kearifan lokal ini jangan di intervensi atau dirusak oleh pemangku kepentingan karena alasan pembangunan dan kemajuan. Ia harus diakomodir menjadi potensi mentalitas penunjang pembangunan bukan sebaliknya. Suatu contoh : Transmigrasi, agar kebijakan pemerintah ini berhasil dengan baik dan tidak mengguncang situasi keharmonisan pulau maka gunakan kekayaan budaya masuk suku yaitu warga trans dimasukkan suku dengan upacara yakarea kaudada. Dengan masuk sukunya warga trans maka warga setempat akan menerima mereka sebagai saudara, hingga pembagian tanah dan kemajuan-kemajuan yang dicapai warga trans tidak menimbulkan potensi konflik di kemudian hari.
              Saran kepada generasi muda, khususnya mahasiswa yang sedang giat studi untuk meneliti di berbagai bidang yang ada di pulau Enggano. Penelitian ini adalah riset Etnografi, sebagai awal mengenal kebudayaan masyarakat Enggano maka terbuka lebar untuk meneliti “tambang emas” Enggano pada bidang-bidang lainnya. Terutama yang berkaitan dengan kajian kebudayaan dan sosial masyarakat seperti Sosiologi, Bahasa dan sastra, Ekonomi, Biologi, kesehatan, Politik, Sejarah, Psikologi, Hukum dll. Suatu misal, kajian bahasa, mengingat bahasa Enggano 20-30 tahun yang akan datang diperkirakan akan punah maka kajian bahasa Sinkronis dengan metodologi Dokumentasi riset dan disimpan di arketype ini akan menarik minat orang-orang belajar bahasa Enggano melalui media sosial (internet).
                                                                                                                                                
Daftar Pustaka
BR.Barus, Kinata dkk. Rumah Tradisional Suku Enggano. Bagian Proyek Pembinaan Permusiuman Bengkulu. 2000.
Halim, Amran. Bahasa Melayu Kaitannya dengan Bahasa Indonesia. Sarwono (penyunting) Bunga Rampai Budaya Bengkulu. 2005.
Hicks, David. Roh Orang Tetum di Timor-Timur. Jakarta: Sinar Harapan, 1985.
Kahaoa, A.Bastian,dkk. Salinan naskah Tata Upacara-Upacara dan Adat Istiadat Masyarakat Enggano. Yayasan Ulayat Bengkulu, 2003.
Kontjaraningrat. Pengantar Imu Antropologi. Jakarta PT Rineka Karya. 2009.
Rahayu, Ngudining. Kajian Pendahuluan Terhadap Pemertahanan dan Pergeseran Bahasa di Enggano. Makalah pada seminar Bulan Bahasa UNIB, 1997.




3 komentar:

  1. Balasan
    1. Terima kasih atas kunjungannya di blog saya ini.Semoga kita tetap berkarya dan terus menulis.

      Hapus
  2. nomor hp tidak aktif, saya ingin membeli buku bapak. tlg chat ke email saya :
    herysukoco1985@gmail.com

    BalasHapus