HEGEMONI BAHASA INDONESIA PENGARUHNYA TERHADAP
NILAI BUDAYA DAERAH REJANG
Oleh : YY Ekorusyono
Budayawan
Abstrak
Masyarakat Rejang
memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam
khususnya bahasa ragam adat yang lebih dikenal sebagai serambeak.
Serambeak ini mengandung nilai budaya sangat tinggi. Akan tetapi, akhir-akhir
ini bahasa ragam adat ini semakin terdesak akibat hegemoni bahasa Indonesia.
Akibatnya terjadi “pengeringan” ragam adat ini hampir di seluruh wilayah
Rejang, tidak hanya berhenti sampai pada pengeringan ternyata tergeser pula
nilai budaya daerah Rejang yang demikian luhur. Makalah ini menunjukkan
data-data dan fakta terjadinya pergeseran bahasa ragam adat menyingkirkan pula
nilai budaya daerah Rejang dengan menggunakan teori dan kondisi nyata bahasa
daerah Rejang sekarang ini. Paparan ini diharapkan dapat merumuskan
langkah-langkah yang tepat dalam pemertahanan serambeak yang mengandung nilai
budaya luhur suku bangsa Rejang.
A.PENDAHULUAN
Suku bangsa Rejang memiliki bahasa tersendiri
sebagai alat komunikasi diantara mereka. Sesuai dengan nama sukunya, orang
orang menyebut bahasa yang dipakai sebagai “Bahasa Rejang” sebagaimana lazimnya
nama –nama bahasa di nusantara, bahasa Rejang termasuk rumpun bahasa Austria
Sub rumpun Austronesia bagian bahasa-bahasa Nusantara (barat) dengan jumlah
penutur 1.000.000 orang lebih yang tersebar di lima kabupaten di Provinsi
Bengkulu dan beberapa wilayah di kabupaten Provinsi Sumatera Selatan. Di
Provinsi Bengkulu wilayah penuturnya di kabupaten Lebong, Rejang Lebong,
Kepahiyang, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah sementara yang ada di Provinsi
Sumatera Selatan di kabupaten Musi Rawas tepatnya di kecamatan Bermani Ulu
Rawas dan beberapa marga di kabupaten Lintang Empat Lawang.
Ada
beberapa dialek bahasa Rejang yang kita kenal yaitu dialek Jang Lebong,dialek
Jang.Kepahiyang dan dialek Jang Pesisia. Tiga dialek ini satu dengan lainnya
bisa saling memahami hanya faktor geografis dan kesatuan petulai saja yang
berbeda. Dialek Jang Lebong dengan sub dialek jang Musei dan jang Awes meliputi
kabupaten Lebong dan Rejang Lebong dan sebagian kabupaten Musi Rawas disatukan
secara geografis oleh sungai Ketahun, Musi dan Kelingi dalam kesatuan
Jurukalang, Tubei sedangkan dialek Jang Kepahiyang (Kebon Agung) dengan sub
dialek Jang Empat Lawang meliputi Kabupaten Kepahiyang dan beberapa marga di
kabupaten Empat Lawang dalam kesatuan petulai Bermani dan dialek Jang Pesisia
meliputi wilayah kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah dalam kesatuan
petulai Selupu dan Bermani.
Bahasa
Rejang juga mengenal bahasa keadatan yang lebih dikenal sebagai serambeak,
bahasa ragam adat ini pada zaman dahulu digunakan sebagai sarana pendidikan
sebelum adanya sekolah formal. Serambeak pada zaman keemasannya menjadi bahasa
keseharian dalam fungsi dan situasinya. Penutur bahasa Rejang secara aksiomatis
bergantian (campur kode) berbicara menggunakan bahasa Rejang biasa dengan
serambeak, baik dalam pembicaraan keluarga maupun di masyarakat. Oleh karena
itu, serambeak termasuk wahana pendidikan karena memenuhi kriteria seperti yang
dikemukakan Sardiman ((1992 : 8) “yang mengatakan bahwa sesuatu itu disebut
interaksi edukatif apabila interaksi itu secara sadar mempunyai tujuan untuk
mendidik, untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya”.
Serambeak
sebagai bahasa keadatan akhir-akhir ini semakin tenggelam akibat hegemoni
bahasa indonesia. Pembicaraan dalam keluarga, dikalangan masyarakat tidak lagi
terdengar penutur menyelipkan serambeak di dalam pembicaraannya. Serambeak
hanya dapat kita dengar pada
peristiwa-peristiwa adat seperti sambutan perkawinan, penobatan raja, kendurai
dll. Itupun hanya terbatas pada serambeak yang berkait dengan penghormatan,
etika semata, serambeak yang mengandung nilai budaya luhur sudah bukan kering
lagi tapi mengalami mati suri.
Gejala
pengeringan dan kematian nilai budaya suku bangsa rejang ditinjau dari sudut
pandang sosiolinguistik hubungannya dengan etnolingustik. Bahasa dan kebudayaan
ibarat dua sisi keping dalam mata uang yang sama. Ada yang memasukkan bahasa
dalam salah satu unsur kebudayaan, sebaliknya ada yang memasukkan kebudayaan
bagian dari bahasa. Terlepas dari perdebatan itu, semua para ahli bahasa dan
antropologi sepakat bahwa budaya suatu bangsa tercermin pada bahasanya, jika
bahasanya berubah maka secara otomatis budayanya mengalami perubahan.